23 Mei 2011

Pulang


Tak terasa sudah sebulan lebih diriku tak kembali menjejakan kaki di kecamatan kecil penuh pabrik tekstil yang mulai berdiri kokoh di tengah hamparan sawah-sawah di sebuah wilayah yang termasuk kedalam kabupaten Bandung itu , Majalaya namanya bukan Majalengka ataw Cicalengka seperti yang sering teman-temanku salah ucapkan, ya saya dari Majalaya.

Majalaya, disanalah diriku tumbuh mengahabiskan hari-hariku selama 17 tahun semenjak diriku dilahirkan, tumbuh sebagai anak kecil yang nakal, masuk sekolah dasar, ditinggalkan ‘Pulang’ duluan oleh mama menuju sang Pencipta ketika kelas 3 SD, Papa menikah lagi, hidup dengan keluarga baru yang sederhana dan bahagia, masuk sekolah menengah pertama, tumbuh menjadi remaja yang berperawakan kurus, hitam dan berjerawat, dilanjutkan sekolah menengah atas dengan segala hal yang terjadi sangat biasa saja hingga lulus SMA, selanjutnya setelah itu diriku meningalkan Majalaya ini.

Majalaya kini sudah berubah, jalannya tak sebagus dulu lagi, terlalu banyak lubang dan perbaikan jalan yang tak pernah berhenti sepanjang tahun tapi tak ada hasilnya. Banjir selalu datang ketika diriku pulang tapi alhamdulilah rumahku cukup tinggi dan tak menjadi korban Banjir.

Majalaya yang entah kenapa tata kotanya sangat amburadul, becak, delman angkot dan pedagang kaki lima yang berjejer berantakan di pusat kecamatannya, membuat kota ini dari hari ke hari semakin kumuh saja tak seperti sebutannya dahulu sebagai Kota Dollar.

Majalaya yang dulu diriku sambangi tiap dua minggu sekali dari Ibukota yang hanya memakan waktu singkat. Mulai dari Jakarta pukul lima sore sampai ke rumah pukul sepuluh malam, semua itu dilalui dengan menggunakan Transjakarta dari kantor menuju Cawang, Primajasa dari Cawang menuju Cileunyi, Angkot dari Cileunyi menuju Dangdeur (Rancaekek) dan terakhir Ojek dari Rancaekek menuju Rumah, semua dilakukan dengan senang hati karena ada disambut hangat oleh rindu dari keluarga yang menunggu diriku sehabis merantau di Ibukota.

Tapi sekarang, Pulang menjadi sebuah rutinitas yang sangat langka diriku lakukan, setidaknya diriku melaksanakannya menjadi sebulan sekali bahkan bisa sampai menginjak dua bulan sekali baru pulang, Sampai mungkin ibu di rumah dan adik-adik bosan mengirim pesan pendek yang berbunyi “A, Uih teu minggon ayeuna?” [A, pulang gak minggu ini?]. untuk diketahu diriku merupakan orang yang jarang berkomunikasi intens dengan keluarga di rumah via telepon sehingga kalo sms seperti itu diterima di telepon genggamku berulang-ulang , pasti diriku terpanggil dan akan pulang.

Sebenarnya kenggananku untuk rajin pulang selain karena jadwal kuliah jumat yang padat disebabkan juga oleh kebodohan yang diriku sendiri, kebodohon yang merupakan simbol dari kemunafikan dan betapa pengecutnya diriku. Membuatku menjadi enggan untuk pulang.

Pulang, akhir minggu ini diriku akan pulang, walau tak membawa banyak uang hanya mengisi sebagian waktu luang. Karena aku rindu kehangatan kebersamaan dan canda tawa serta terkadang masalah hidup yang dijumpai ketika diriku pulang. Papa, Ibu, beserta adik-adikku yang kusayang, Aa akan pulang, tunggu Aa di depan gerbang….


7 komentar:

  1. [grandis] Males, jalannya perbaikan mulu, ga mulus-mulus macet lama dijalan. plus sibuk aja :]

    BalasHapus
  2. Kamu kan anak laki satu-satunya di keluarga jadi kamu harus menjadi pemuda gagah perkakas harapan keluarga dan tetangga... Pasti beban menjadi anak laki-laki tertua dan satu-satunya itu yang bikin enggan pulang, ya kan! Hayo ngaku! Pasti kalo pulang kamu dicurcolin ortu soal masalah macem2 ya kan *eh kok ini jadi cerita pengalaman pribadi :))

    BalasHapus
  3. [Firman] Selebihnya sama :]

    BalasHapus
  4. klo gw bukan gak mau pulang, tapi blom bisa pulang padahal mah pengen pulang banget :(
    kangen bapak, kangen mamak, kangen suasana desa..
    *haha curcol :D

    BalasHapus
  5. lih mampir merlin dong kalo pulkam..wkwkwk

    BalasHapus
  6. lih mampir ateuh ke marlin...wkwkwk

    BalasHapus